Sebelum penulis menjelaskan hukum memotong rambut dan
kuku ketika haid, penulis ingin mengajak untuk memperhatikan sebuah hadis, yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari (hadis no. 316) dan Imam Muslim (hadis no. 1211)
dari Sahabat ‘Aisyah, yang berbunyi:
أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ
أَهْلَلْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ
فَكُنْتُ مِمَّنْ تَمَتَّعَ وَلَمْ يَسُقْ الْهَدْيَ فَزَعَمَتْ أَنَّهَا حَاضَتْ وَلَمْ
تَطْهُرْ حَتَّى دَخَلَتْ لَيْلَةُ عَرَفَةَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ
لَيْلَةُ عَرَفَةَ وَإِنَّمَا كُنْتُ تَمَتَّعْتُ بِعُمْرَةٍ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْقُضِي رَأْسَكِ وَامْتَشِطِي وَأَمْسِكِي
عَنْ عُمْرَتِكِ فَفَعَلْتُ فَلَمَّا قَضَيْتُ الْحَجَّ أَمَرَ عَبْدَ الرَّحْمَنِ
لَيْلَةَ الْحَصْبَةِ فَأَعْمَرَنِي مِنْ التَّنْعِيمِ مَكَانَ عُمْرَتِي الَّتِي نَسَكْتُ
'Aisyah berkata, "Aku bertalbiyah (memulai haji)
bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada haji Wada'. Dan aku adalah
di antara orang yang melaksanakannya dengan cara tamattu' namun tidak membawa
hewan sembelihan." Aisyah menyadari bahwa dirinya mengalami haid dan belum
bersuci hingga tiba malam 'Arafah. Maka 'Aisyah berkata, "Wahai
Rasulullah, malam ini adalah malam 'Arafah sedangkan aku melaksanakan tamattu'
dengan Umrah lebih dahulu?" Maka bersabdalah Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam kepadanya: "Urai dan sisirlah rambut kepalamu, lalu tahanlah
Umrahmu." Aku lalu laksanakan hal itu. Setelah aku menyelesaikan haji,
beliau memerintahkan 'Abdurrahman pada malam hashbah (Malam di Muzdalifah)
untuk melakukan Umrah buatku dari Tan'im, tempat dimana aku mulai melakukan
manasikku."
Coba perhatikan kalimat dalam hadis (انْقُضِي رَأْسَكِ وَامْتَشِطِي) yang artinya "Uraikan dan sisirlah rambut kepalamu”,
ternyata Rasulullah SAW membolehkan Aisyah r.a. untuk mengurai dan
menyisir rambutnya saat Aisyah sedang mengalami masa haid. Padahal dengan
menyisir rambut, sangat besar kemungkinan tercabutnya rambut. Bisa kita buktikan tatakala wanita sedang bersisir,
maka akan tampak beberapa helai rambut rontok jatuh ke lantai atau tersangkut di
sisir. Izin
dari Nabi SAW ini secara tidak langsung menunjukkan bolehnya wanita haidh untuk memotong rambut dan kuku.
Oleh karena itu, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa memotong rambut atau kuku saat haidh tidaklah
dilarang. Demikian pula apabila rambut dan kukunya gugur tanpa sengaja ketika haidh, maka tidak perlu dikumpulkan
dan dicuci saat melakukan mandi janabah. Kewajibannya hanyalah mandi besar,
dengan meratakan air ke seluruh anggota badan yang ada, adapun rambut dan kuku
yang sudah rontok sebelumnya, maka tidak wajib dicuci, karena sudah bukan
bagian dari badan kita saat melakukan mandi besar.
Untuk lebih yakin, penulis mengutip perkataan Ulama
besar Arab Saudi Syeikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin
rahimahullah, beliau menjelaskan dalam kitab Fatawa Nurun ‘ala al-Darb:
فالحائض يجوز لها قص أظافرها
ومشط رأسها ويجوز أن تغتسل من الجنابة …إلى أن قال... فهذا القول الذي اشتهر عند بعض النساء من أنها لا تغتسل ولا
تمتشط ولا تكد رأسها ولا تقلم أظفارها ليس له أصل من الشريعة فيما أعلم.
“Wanita yang haidh boleh memotong kukunya dan
menyisir rambutnya, dan boleh mandi junub, … adapun kepercayaan yang tersebar dikalangan
sebagian wanita bahwasanya wanita yang sedang haidh tidak boleh mandi, menyisir rambut, menggaruk kepala atau menyabut rambutnya, dan memotong
kukunya, sesungguhnya kepercayaan ini tidak ada dalilnya di dalam syari’at, sebatas pengetahuan saya”.
Nur Muhammad Iskandar
Madinah,
Selasa 21 Dzulqa'dah 1435 H / 16 September 2014