Jumat, 19 September 2014

Apakah Hukum Memotong Rambut dan Kuku Waktu Haidh Haram?



Sebelum penulis menjelaskan hukum memotong rambut dan kuku ketika haid, penulis ingin mengajak untuk memperhatikan sebuah hadis, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (hadis no. 316) dan Imam Muslim (hadis no. 1211) dari Sahabat ‘Aisyah, yang berbunyi:

أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ أَهْلَلْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَكُنْتُ مِمَّنْ تَمَتَّعَ وَلَمْ يَسُقْ الْهَدْيَ فَزَعَمَتْ أَنَّهَا حَاضَتْ وَلَمْ تَطْهُرْ حَتَّى دَخَلَتْ لَيْلَةُ عَرَفَةَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ لَيْلَةُ عَرَفَةَ وَإِنَّمَا كُنْتُ تَمَتَّعْتُ بِعُمْرَةٍ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْقُضِي رَأْسَكِ وَامْتَشِطِي وَأَمْسِكِي عَنْ عُمْرَتِكِ فَفَعَلْتُ فَلَمَّا قَضَيْتُ الْحَجَّ أَمَرَ عَبْدَ الرَّحْمَنِ لَيْلَةَ الْحَصْبَةِ فَأَعْمَرَنِي مِنْ التَّنْعِيمِ مَكَانَ عُمْرَتِي الَّتِي نَسَكْتُ

'Aisyah berkata, "Aku bertalbiyah (memulai haji) bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada haji Wada'. Dan aku adalah di antara orang yang melaksanakannya dengan cara tamattu' namun tidak membawa hewan sembelihan." Aisyah menyadari bahwa dirinya mengalami haid dan belum bersuci hingga tiba malam 'Arafah. Maka 'Aisyah berkata, "Wahai Rasulullah, malam ini adalah malam 'Arafah sedangkan aku melaksanakan tamattu' dengan Umrah lebih dahulu?" Maka bersabdalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepadanya: "Urai dan sisirlah rambut kepalamu, lalu tahanlah Umrahmu." Aku lalu laksanakan hal itu. Setelah aku menyelesaikan haji, beliau memerintahkan 'Abdurrahman pada malam hashbah (Malam di Muzdalifah) untuk melakukan Umrah buatku dari Tan'im, tempat dimana aku mulai melakukan manasikku."

Coba perhatikan kalimat dalam hadis (انْقُضِي رَأْسَكِ وَامْتَشِطِي) yang artinya "Uraikan dan sisirlah rambut kepalamu”, ternyata Rasulullah SAW membolehkan Aisyah r.a. untuk mengurai dan menyisir rambutnya saat Aisyah sedang mengalami masa haid. Padahal dengan menyisir rambut, sangat besar kemungkinan tercabutnya rambut. Bisa kita buktikan tatakala wanita sedang bersisir, maka akan tampak beberapa helai rambut rontok jatuh ke lantai atau tersangkut di sisir. Izin dari Nabi SAW ini secara tidak langsung menunjukkan bolehnya wanita haidh untuk memotong rambut dan kuku.

Oleh karena itu, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa memotong rambut atau kuku saat haidh tidaklah dilarang. Demikian pula apabila rambut dan kukunya gugur tanpa  sengaja ketika haidh, maka tidak perlu dikumpulkan dan dicuci saat melakukan mandi janabah. Kewajibannya hanyalah mandi besar, dengan meratakan air ke seluruh anggota badan yang ada, adapun rambut dan kuku yang sudah rontok sebelumnya, maka tidak wajib dicuci, karena sudah bukan bagian dari badan kita saat melakukan mandi besar.

Untuk lebih yakin, penulis mengutip perkataan Ulama besar Arab Saudi Syeikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah, beliau menjelaskan dalam kitab Fatawa Nurun ‘ala al-Darb:

فالحائض يجوز لها قص أظافرها ومشط رأسها ويجوز أن تغتسل من الجنابة إلى أن قال... فهذا القول الذي اشتهر عند بعض النساء من أنها لا تغتسل ولا تمتشط ولا تكد رأسها ولا تقلم أظفارها ليس له أصل من الشريعة فيما أعلم.

“Wanita yang haidh boleh memotong kukunya dan menyisir rambutnya, dan boleh mandi junub, … adapun kepercayaan yang tersebar dikalangan sebagian wanita bahwasanya wanita yang sedang haidh tidak boleh mandi, menyisir rambut, menggaruk kepala atau menyabut rambutnya, dan memotong kukunya, sesungguhnya kepercayaan ini tidak ada dalilnya di dalam syari’at, sebatas pengetahuan saya”.


Nur Muhammad Iskandar
Madinah, Selasa 21 Dzulqa'dah 1435 H / 16 September 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar