Rabu, 24 Desember 2014

Nasehat Kyai Ali

Seorang ulama besar dari Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang
Namanya Almarhum KH. Abdul Wahhab Hasbullah
Beliau termasuk salah satu yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional
Kita baca di Koran-koran, di majalah-majalah, apa alasan beliau diberi gelar pahlawan nasional yang merupakan kelanjutan dari gelar pahlawan nasional yang pernah diberikan kepada Hadhratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, dan itu sudah lama sekali
Karena KH. Abdul Wahhab Hasbullah itu ikut menyusun, bikin draft fatwa, waktu itu namanya resolusi fatwa jihad, yang dikeluarkan pada tanggal 24 Oktober tahun 1945

Kalau mengutip penuturan kawan-kawan Bung Tomo, masih hidup ada sekarang, pak Asril Sutan Amir dari Sumatera Barat, satu kelas, karena Bung Tomo belakangan kuliah di Fakultas Ekonomi, dan sampai menjadi Sarjana Ekonom, itu pernah bertanya pak Asril, “Tom itu kamu kenapa sih sampai semangat mengobarkan perang sampai muncul kemudian 10 November” Bung Tomo mengatakan saya waktu itu sowan kyai di Jawa Timur, Tebuireng, Lirboyo dan sebagainya, semuanya mengatakan Umat Islam Indonesia, Bangsa Indonesia wajib berjihad melawan Belanda
Nah dari situlah kemudian, November kemarin Kyai Wahab Hasbullah yang ikut menyusun naskah jihad itu mendapat gelar sebagai pahlawan nasional

Ada 3 poin dari fatwa jihad itu:

1.  Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 adalah Negara yang sah menurut hukum Islam,

kalau nggak sah ulama nggak perlu berfatwa lagi untuk apa membela Indonesia

2. Bahwa Islam tidak memisahkan antara negara dan agama

Kelihatannya fatwa jihad, diambil dari kitab-kitab fikih, kalau anda baca kitab-kitab seperti fathul qarib
Kalau musuh masih diluar masaafatul qashr, 80 km, itu berjihad hukumnya fardhu kifayah
Tetapi kalau sudah masuk masaafatul qashr radius 80 km, fardhu ‘ain
Itu kata-kata kitab fikih
Lah ketika ulama sudah mengatakan fardhu, wajib berjihad, itu dua sisi
Satu sisi menjalankan ajaran agama, satu sisi membela Negara Kesatuan Republik Indonesia
Hanya saja kalau kita lihat, baca-baca di buku sejarah maka akan sulit mendapatkan fatwa jihad disana
Kita harus tahu bahwa yang namanya sejarah bukan apa yang tertulis, tapi adalah apa yang terjadi

3. Ini membuktikan bahwa apa yang dilakukan oleh para ulama, khususnya yang di Jawa Timur waktu itu, sampai meletus perang 10 November, itu adalah sebuah jihad dan bukan terorisme, dan Bung Tomo ketika mengobarkan semangat jihad itu apa yang disampaikan? Allahu Akbar, bukan dengan lagu-lagu ludruk, ya tidak, padahal orang Jawa Timur itu kan,

Inilah makanya, Indonesia itu adalah negara kita, saya tahu ada sebagian dari kita juga kadang-kadang tidak terlalu peduli, mengapa kita harus peduli? Karena Indonesia adalah wilayah dakwah kita, makanya ada orang-orang yang mengatakan kita ini apakah orang Indonesia yang beragama Islam atau orang Islam yang tinggal di Indonesia?
Itu memberikan konsekuensi yang berbeda itu
apakah kita ini orang Indonesia yang beragama Islam atau orang Islam yang tinggal di Indonesia?
Kalau saya boleh menjawab
Berbeda urusan lain tapi kan saya punya hak untuk menjawab

“Saya adalah orang Islam yang sekarang sedang tinggal di Indonesia, dan sekarang sedang berwarganegara Indonesia” mengapa saya katakan saya orang Islam? Karena sejak ruh saya itu sudah muslim, Ketika Allah menanyakan “Alastu birabbikum?”  Anda hafal sekali ayatnya kan? Bala Syahidna, Kami bersaksi bahwa kamu adalah Tuhan kami , jadi sebelum dipertemukan antara jasadnya ali musthafa ya’qub dengan ruhnya itu, ruh saya sudah muslim insya Allah, dan semua ruh begitu, anda juga begitu, kemudian tanggal 2 Maret tahun 52, anda belum lahir, kami lahir di dunia, kami lihat, ketika lahir, cerita keluarga saya, diadzani di telinga kami, nah itu tanda sebagai orang islam nah itu kan, kedua, seminggu kemudian, diberi nama, ali musthafa, ada mencukur rambut, ada nyembelih kambing, dan sebagainya, pelaksanaan ajaran islam, baru seminggu kemudian ya orang tua datang ke pak carik, kalau di Pekalongan namanya pak carik, sekertaris desa, mendaftarkan saya yang sebagai orang yang lahir, nah sejak itulah mulai saat itu, itu saya jadi orang Indonesia, nah sebelumnya jadi muslim dulu, nah sebagai muslim, in sya Allah sampai mati tetap muslim, mudah-mudahan, tapi sebagai orang Indonesia, boleh jadi saya tinggal di tempat yang bukan Indonesia, saya pernah tinggal disini 9 tahun, pernah tinggal di Eropa, di Belanda, di London, hanya meskipun beberapa bulan, pernah tinggal di Amerika, dan mungkin bisa saja saya mati bukan di Indonesia, itu mungkin saja terjadi, tapi saya perhatikan, baik ketika tinggal di Indonesia maupun di Saudi, di Eropa, di Amerika, saya perhatikan, apakah ada aktivitas saya selama 24 jam dalam satu hari yang bertentangan dengan undang-undang setempat, saya perhatikan nggak ada yang bertentangan sama sekali, saya bangun jam 5 pagi sembahyang, mana ada undang-undang yang melarang seperti itu, jangankan di Indonesia, di Amerika juga nggak dilarang kok itu kan, jadi nggak ada, makanya ada satu poin yang merupakan sebuah rahmat di Indonesia, sebuah kenikmatan, apa itu, dalam Undang-undang disebutkan, bahwa Negara menjamin warganya untuk menjalankan ajaran agamanya dan kepercayaannya itu, ini sebuah kenikmatan, maka pernah saya ditanya oleh seorang wartawati dari India dan wartawan dari Myanmar, apa dia mengatakan, Indonesia itu adalah mayoritas muslim, tetapi dua-duanya mengatakan apa, tidak ada sebuah konflik yang berlarut-larut atau signifikan antar umat beragama di Indonesia, mungkin mereka bertanya kenapa? Di India itu konflik beragama itu sampai sekarang nggak hilang-hilang, padahal sebelum merdeka, bahkan Pakistan pisah dari India kenapa? Karena masalah agama, di Myanmar anda sendiri tahu sekarang, pembantaian, tapi di Indonesia, mayoritas yang muslim tidak pernah membantai yang minoritas, jawaban saya apa? Memang ajaran Islam menghendaki demikian, Islam mengakui eksistensi agama-agama lain bahkan menghormati eksistensi tanpa mengakui kebenaran ajaran agama masing-masing dengan prinsip lakum dinukum waliyadin.
Dan ini sebenarnya sudah merupakan bukan masalah politik
Kalau orang Indonesia bilang lakum dinukum waliyadin itu ajaran agama, bukan faktor politis
Sama sekali tidak.
Kalaupun politis mungkin berbeda waktu mungkin berubah lagi, tapi ini sudah terpatri dalam al-Qur’an
Sudah terpatri dalam hadis riwayat Imam Ibnu Hisyam dalam as-Sirah an-Nabawiyyah
Wa inna yahuuda bani ‘auf ummatun ma’al mu`miniin
Masya Allah
Rasul mengatakan:
Wa inna yahuuda bani ‘auf ummatun ma’al mu`miniin
Lahum diinuhum walil mu’miniina diinuhum

Yahudi-yahudi dari Bani ‘Auf adalah “satu bangsa” dengan orang Islam, dengan orang mu’min, bagi orang Yahudi agama mereka, bagi orang Islam agama mereka
Ini terpatri lakum dinukum waliyadin
Apa artinya?
Bagi non muslim kamu silahkan mengerjakan ajaran agama anda di tempat-tempat anda, kami tidak akan mengganggu, sebaliknya orang islam di tempat-tempat orang Islam punya hak untuk menjalankan ajaran agamanya, sementara orang non muslim nggak boleh mengganggu, ini prinsip agama, bukan prinsip politis.

Mungkin dibanding dengan India dan Myanmar berbeda.
Makanya di Istiqlal anda pernah ke Istiqlal kan?
Istiqlal itu berhadapan hanya beda beberapa meter aja dipisah dengan Gereja Katedral, hari Ahad kita sedang tahiyyat, tasyahhud, salat dhuhur, kalau tahiyyat kan khusyu’, hening gitu kan, tiba-tiba terdengar “teng teng teng teng” dari gereja itu, apa sikap umat islam itu? coba, ya lakum dinukum waliyadin, ya biarlah mereka klontengan dengan gerejanya kita tahiyyat sendiri,
Sebaliknya mereka juga demikian, ketika mereka sedang melakukan kebaktian, adzan berkumandang “Allahu Akbar Allahu Akbar”, ini konsekuensi kita hidup dalam kemajemukan, ta’addud ad-diyaanaat, hidup dalam pluralitas agama, bukan pluralisme agama, plurality of religions adalah kenyataan bahwa di suatu kawasan banyak berbagai agama, bagaimana sikap Islam? Mengakui dan menghormati eksistensi agama lain tanpa mengakui  kebenarannya, itu yang terjadi pada masa Rasulullah, berapa agama di masa Rasulullah? Ada Islam, ada Yahudi, ada Nasrani, ada Majusi, dan agama-agama paganisme, minimal itu lima, bahkan, yang paganisme kalau dibagi-bagi menjadi banyak itu, dari segi ini, sama dengan negeri kita, saya sampaikan kepada karyawan-karyawan istiqlal yang jumlahnya ada 300 orang, bagaimana sikap kita? Ya biar aja mereka, kalau kita tidak ingin terganggu dengan suara bunyi lonceng gereja, boleh tapi jangan tinggal dengan orang lain, tinggal dimana? Di hutan, itu tidak ada gangguan lagi, tapi di hutan kita akan terganggu dengan suara monyet, karena monyet itu punya hak, hak asasi namanya hak asasi monyet, ini konsekuensi, Islam mengajarkan seperti ini, makanya inilah barang kali yang perlu kami sampaikan kepada kalau boleh saya memanggil anak-anak juga boleh wong kamu itu umurnya seperti anak saya, bangsa likuran, saya sudah 63 tahun, atau adik-adik.

Belajarlah agama islam sebaik-baiknya dengan metode-metode yang akademis, diluar akademis boleh, tapi melihat siapa yang mengajar dulu, waktu saya di Riyadh dulu, di samping saya belajar di King Saud University, jadi waktu itu kami belajar dengan Syaikh Bin Baz, mendengarkan pengajian hadis kutubus sittah, habis isya, disini juga, Masjidil Haram juga boleh seperti itu, tetapi jangan belajar di luar akademis yang belum jelas juntrungannya siapa orangnya itu, ini salah-salah akan membawa hal-hal yang tidak bagus, saya hampir berkesimpulan dan mudah-mudahan kesimpulan itu benar, saya berbicara dengan kawan-kawan di King Saud, termasuk yang sekarang sudah jadi Profesor, Doktor, sebagainya, selama pelajar-pelajar itu belajar di dunia akademis insya Allah itu manhajnya jelas, nggak ada masalah, kalau ada nanti masalah itu coba nanti perhatikan mesti diluar akademi, dan saya pantau sekali siapa khirrij al-mamlakah itu, Alhamdulillah selama ini ya saya lihat baik-baik saja, ya meskipun sebagian ada yang keras, tetapi tidak sampai radikal dalam pengertian sampai fisik dan sebagainya, kecuali beberapa orang yang masih yang nggak jelas ilmunya itu, makanya selesaikanlah, saya sering berpesan itu, jangan pulang sebelum menggondol Doktor dari sini, kira-kira begitu, jangan baru semester 3 sudah pulang, ngaku sebagai mujtahid, ini ada seperti itu, maka kalau saya menasehati anda kan pantes-pantes, saya ini kan abangnya,
Yang kedua, saya ingin anda-anda ini ilmunya bukan hanya bermanfaat tetapi penuh berkah, saya amati kawan-kawan ini, belajar di Saudi Arabia, di Mekkah, Madinah dan Riyadh itu, itu ada kelebihannya tapi ada kekurangannya,  kalau kita nggak bisa me-manage masalah ilmu kita nggak akan berkah, apa itu? Kita nggak memikirkan apa-apa kecuali belajar aja, beasiswa diberi, waktu saya di tingkat bakaluriyus, tingkat S1, itu diberi hanya 325 riyal, sekarang sampean berapa coba? 850 riyal, sudah luar biasa itu, saya kadang-kadang jadi kepingin jadi mahasiswa lagi kok, kalo 850, saya mungkin nikah 2 orang,
Ini yang pertama ya


Maka sebetulnya belajar di Saudi itu, nggak usah mikir apa lagi sudah itu, tapi kekurangannya di Saudi itu godaannya berat, godaan apa itu? material, terus terang, baik di Riyadh, Madinah maupun Mekkah, kalau Mekkah – Madinah godaannya apa? Narik jemaah umrah, musim haji narik jemaah haji, di Riyadh nggak ada, secara umum Riyadh nggak ada, jemaah haji jemaah umrah nggak ada, tapi bisa kerja di mall-mall itu, di toko-toko itu, itu di Riyadh itu, kalau nggak bisa me-manage itu bisa jatuh pada godaan itu, dan saya perhatikan, kawan-kawan dulu sudah dapat beasiswa tapi masih kerja juga, iya kan? Banyak, termasuk di Madinah-Mekkah itu, apa alasan mereka? “Apa ada larangan pak orang dapat ilmu juga dapat duit?” Lho kan, “Apa ada larangan seperti itu?” memang cari undang-undangnya nggak ada gitu lho, tapi saya kemudian mengamati, mereka yang, kecuali kalau misalnya ya, waktu libur, musim panas, libur, nggak pulang, libur, mungkin aja, nggak akan ganggu studi itu, ternyata yang mereka kerja dan sekolah, belajar, itu ijazah dapat juga, tapi ilmunya nggak ada berkahnya sama sekali, kenapa? Karena dia sudah punya sifat yang thoma’, nggak cukup dengan beasiswa, kalau dia punya anak masih pantas ya, ini nggak punya anak nggak punya istri, tapi karena kesempatan cari duit ada, terbuai dengan godaan seperti itu, sampai di rumah saya lihat, masya Allah, ada juga kawan yang di luar Indonesia, juga tidak berkah ilmunya, pulang tidak mengajarkan jadi ustadz, mengajar jadi kyai, jadi ulama, tapi jadi apa? Malah pulang buka travel, lho kita ilmunya gimana tanggung jawab nanti di akhirat? Kalau mau buka travel ngapain sekolah sampai disini 10 tahun, nggak usah ke sini buka travel di Jakarta juga bisa gitu kan, inilah barang kali saking sayangnya saya kepada anda, saya sampai melihat seperti itu karena anda sebagai adik-adik saya,  baik barang kali itu sebagai tambahan pak kepala, mudah-mudahan ada manfaatnya, Wallahul Muwaffiq, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar